Solikhah / Nikmatilah / Tidak ada / tenaga kerja asing
“Brakkkk!”
Hembusan angin musim dingin pada siang ini berhasil menghentakkan dengan keras pintu depan lantai kedua rumah kakek. Kaka meraih gagang pintu, membukanya, lalu menyemprotkan cairan pembersih, mengelap seluruh badan jendela kaca yang berjejer rapih memenuhi teras.
Nyonya Kelima bersama anak lelakinya yang baru berusia 9 bulan yang sedang menonton televisi di lantai satu, segera saja menghampiri Kaka. Hembusan angin menyebabkan pintu yang terbuat dari bahan kayu dan kaca tersebut berbalik arah, ketika Kaka hendak membukanya. Hal itu tentu saja memecah keheningan rumah sederhana berlantai dua tersebut. Nyonya Kelima merasa terganggu mendengarkan kegaduhan itu, ia datang menegur Kaka.
“Mengapa kamu menutup pintu dengan sangat keras?” Tanya Nyonya Kelima.
“Tadi saya hendak membuka pintu, tetapi angin berhembus sangat kencang, sehingga menyebabkan pintu berbalik arah dan menimbulkan suara berisik.”
Terang Kaka menceritakan kronologi kejadian penyebab suara bising yang mengganggu waktu santai Nyonya Kelima.
“Kamu itu bekerja di rumah ini, saat majikanmu bicara, kamu hanya boleh bilang baik dan maaf, tidak ada alasan pembelaan apapun, paham!”
Baru seminggu Kaka bekerja merawat seorang Kakek berusia 86 tahun di Luzhu District. Kakek tinggal bersama anak kelimanya. Tuan Kelima memiliki istri seorang wanita yang berasal dari Vietnam. Mereka memiliki seorang anak lelaki yang baru berusia 9 bulan.
Tuan Kelima sangat sibuk. Setiap hari senin-jumat Tuan berangkat kerja pada pukul 5 pagi, sedangkan ia kembali pada pukul 8 malam. Sementara itu, Nyonya kelima tidak bekerja, ia hanya mengasuh anaknya di rumah.
**
Sakit jantung yang sudah delapan tahun diderita Kakek Lin, menyebabkan kondisi fisiknya semakin hari kian menurun. Ketika merasa dingin, lelah, tubuhnya sesekali bisa bergetar dengan kencang. Meskipun Kakek masih bisa berjalan sendiri dengan pelan-pelan, tetapi harus ada seseorang di sampingnya. Mengawasi dan menggandengnya karena tubuh Kakek terkadang mendadak lemas sehingga mudah terjatuh.
Selain menjalani pemeriksaan kesehatan jantung di rumahsakit, Kakek juga masih rutin menjalani pengobatan kesehatan jantungnya di klinik pengobatan tradisional China di Taoyuan City setiap hari sabtu.
Sebelumnya Kakek dirawat oleh Ami, seorang tenaga kerja Indonesia yang baru pertama kali bekerja di Taiwan.
Penurut, salah satu sifat yang selalu menjadi bekal utama seseorang ketika bekerja dan dimanapun ia berada. Selain merawat Kakek, membantu keperluan sehari-hari Kakek, seperti menyiapkan makanan, membantu mandi, membawanya ke dokter, memberinya obat, mengajaknya keluar jalan-jalan, dan membersihkan lingkungan tempat tinggal Kakek. Ami juga mendapatkan tugas dari Nyonya untuk merawat Titi.
Ami menyerah pada keadaan. Pekerjaan yang tiada pernah selesai, sikap majikan yang seringkali membuatnya menangis sebab kurang lancarnya komunikasi keduanya. Sikap belum percaya sepenuhnya kepada Ami dalam memberikan tanggung jawab menjaga Kakek. Memberikan obat-obat saja harus menunggu Nyonya Kelima. Memasak makanan harus sesuai perintah Nyonya Kelima, bertanya kepadanya beberapa menit sebelum waktu memasak tiba. Sementara Nyonya Kelima sendiri memiliki beberapa aktivitas lainnya di luar rumah, seringkali tidak ada di rumah ketika Ami hendak menghadapnya untuk sekedar bertanya, “mau masak sayur apa?”
Kakek yang baik lama-lama bisa geram, amarahnya meluap-luap hingga berujung pengaduan pada Agency. Nasib baik masih berpihak pada Ami, majikan dan Agency masih sudi untuk mencarikan majikan baru untuknya.
***
Kaka menutup buku diary merah muda kepunyaan Ami yang tertinggal bersama beberapa tumpukan majalah berbahasa Indonesia di lemari samping ranjang Kaka. Nafas Kaka memburu, emosinya membakar relungnya. Ia menulusuri setiap kejadian pilu yang sempat Ami utarakan dalam buku hariannya. Kebebasan hak beribadah yang terampas, kebebasan waktu istrirahat yang berkurang, sebab Ami tidak hanya menjaga Kakek yang setiap tidur malamnya 3-4 kali akan bangun untuk pergi buang air kecil, Ami juga menjaga titi, menemaninya bermain hingga malam saat Tuan Kelima pulang kerja.
Usai makan siang, seperti biasanya tugas Kaka adalah membereskan meja makan, mencuci piring, dan membersihkan dapur. Nyonya kelima beranjak dari kursinya sambil membanting mangkok ke lantai.
“Ada apa?” Tanya Kakek menatap menantunya kebingungan.
“Kaka itu berani sekali masak semaunya, tidak bertanya dulu kepadaku” terang Nyonya Kelima kesal.
“Maaf Nyonya, tapi tadi jam 11 pagi Nyonya belum kembali dari pasar, sedangkan Kakek sudah ingin makan”
“Kamu itu disini kerja, segala sesuatunya harus bertanya kepadaku, paham! Kamu tau, Nyonya Kedua, Ketiga, Keempat, dan Keenam, mereka semua tidak menyukaimu, lebih baik kamu bersiap-siap saja ganti majikan lagi”
Kaka terdiam, kesal, bimbang, sedih, adaptasinya gagal. Respon majikannya pada beberapa hari pertama masa kerjanya adalah tidak menyukainya. Mungkin ia kurang ramah, terlalu pendiam, entahlah. Ia gulana saat lingkungannya justru tidak bersahabat. Sepertinya cerita pilu yang Ami rasakan akan menjadi bagian kisahnya juga.
****
Anna tertawa mendengar keluh kesah Kaka. Kaka yang terus memaki sikap buruk majikan terhadapnya, kebencian majikan hingga segala yang ia kerjakan bernilai salah bagi Majikannya. Bibir Kaka semakin mengerut persis ikan koi yang sedang menerima umpan, sahabat baiknya tertawa mendengarkan kisah pilu yang kian mengikis senyumnya.
“Suka dan tidak suka adalah hak setiap orang. Kita tidak bisa memaksakan seseorang untuk menyukai kita, tapi kita bisa terus bersikap baik, bekerja dengan baik, karena itu adalah tugas kita. Seperti apapun sikap majikan, yang penting kita bisa bekerja dengan baik. Sudahlah tak usah sedih, nikmatilah agar hidupmu tentram”
Kaka terdiam, Ia menulusuri setiap poin-poin yang diucapkan sahabatnya, Ia menutup teleponnya setelah sebelumnya mengucapkan terimakasih kepada Anna.
Saling berbagi keluh kesah, saling menyemangati dan saling menasehati adalah salah satu hikmah berkawan.
Sikap humoris Kaka perlahan berhasil meredupkan amarah Kakek yang sewaktu-waktu membuncah memerahkan telinga. Ia sering mengajak Kakek mengobrol, bercanda terhadap berbagai macam topik obrolan. Kegembiraan Kakek terhadap sikap anak-anaknya yang sangat menghormatinya. Tentang ladang sawah milik Kakek di depan rumah yang belum kunjung ditanami padi sebab harus mengantri karena sang pemilik mesin tanam padi yang selalu sibuk menanam di sawah para petani.
Pengalaman bekerja Kaka merawat Kakek di Dayuan County selama 4 tahun memperkaya kosa kata bahasa mandarin Kaka. Disana ia begitu bahagia bekerja diiringi kepercayaan penuh dari majikan, dikelilingi teman-teman yang baik. Namun Kakek menghembuskan nafas terakhirnya sebab sesak nafas yang beliau derita melemahkan fisiknya pada musim dingin desember lalu.
“Cepat solat Ka, biar nanti bisa cepat tidur,” Kakek kini seringkali mengingatkan Kaka untuk solat, setelah semua senyuman ramah Kaka menyertai hari-harinya.
*****
Malam minggu ini Kaka menemani Kakek makan malam di restoran daerah Linkou, acara resepsi pernikahan cucunya Kakek dari anaknya Tuan Kedua. Mereka begitu ramah, menyambut dan menjamu semua tamu undangan yang hadir dengan senyum yang sama. Tuan Kedua duduk di samping Kaka terlihat antusias mengambilkan daging ayam untuk Kaka, sebab sepengetahuannya orang yang beragama Islam tidak makan daging babi, jadi boleh makan daging ayam yang banyak. Kakek tersenyum menikmati makanan mewah tanpa nasi itu. Cuaca malam ini terasa sangat sejuk karena AC-AC bertebaran memenuhi sudut-sudut restoran tersebut.
“Terimakasih Kaka, kamu menjaga Kakek dengan sangat baik, Kakek sering bercerita tentang sikap sabarmu menyikapi emosi Kakek yang kadang membara. Benar, menjaga orangtua adalah dengan kesabaran dan kelembutan juga sikap humoris” Ujar Tuan Kedua menyerahkan sebuah amplop merah kepada Kaka.
Bersikap baik kepada siapapun, termasuk kepada mereka yang tidak menyukai kita. Yakinlah, perlahan mereka pun akan menjadi baik, kalau pun tidak, setidaknya hati kita tidak ikut serta menanam kebencian, hidup kita akan damai.
***TAMAT*****
Taoyuan, April, 29, 2016